Beranda | Artikel
Utang Piutang
Sabtu, 21 April 2007

UTANG PIUTANG

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Saya pernah berhutang daging kepada penjual daging seharga 6 franc. Kemudian hutang tersebut berlangsung cukup lama, dimana saat itu 1 franc sama dengan 35 riyal Yaman. Dan sekarang 1 franc sama dengan 135 riyal Yaman. Dan pedagang daging itu meminta saya supaya melunasi hutang berdasarkan pada nilai tukar terakhir. Apakah saya harus melunasi berdasarkan pada nilai tukar terdahulu atau yang terakhir? Tolong beritahu kami, mudah-mudahan Anda sekalian mendapatkan pahala.

Jawaban
Jika kenyataannya seperti yang disebutkan, maka Anda harus membayar kepada tukang daging itu berdasarkan pada nilai tukar yang berlaku pada saat pembayaran, bukan pada saat pembelian daging.

Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

[Fatwa Nomor 3065]

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Ada seseorang yang berhutang kepada orang lain. Orang tersebut sudah dari awal berniat untuk tidak mengembalikan hutang tersebut. Dan setelah Allah memberinya petunjuk, dia mencari orang yang memberinya hutang itu agar dia dapat membayar hutangnya, tetapi juga tidak menemukannya, lalu apa yang harus dia perbuat?

Ada seseorang yang berhutang kepada banyak orang dan dia bermaksud untuk mengembalikan hutang kepada masing-masing orang tersebut, tetapi dia lupa kepada siapa saja dia dulu pernah berhutang, lalu apa yang harus dilakukan orang itu?

Jawaban
Pertama : Orang yang berhutang itu harus membayar hutangnya jika dia menemukan orang tersebut atau bisa juga dia membayar hutangnya itu kepada ahli waris orang tersebut jika dia sudah meninggal dunia dengan disertai taubat dan permohonan ampunan atas apa yang dia lakukan.

Kedua
Dia harus berusaha keras untuk mengetahui orang-orang yang dulu dia pernah berhutang kepada mereka, lalu membayar hutang itu kepada mereka atau kepada ahli waris mereka jika mereka sudah meninggal.

Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

Pertanyaan ke-2 dari Fatwa Nomor 13376]

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Apakah orang yang berhutang boleh meminta orang yang memberi hutang agar membebaskan pembayaran sisa hutang yang masih dia tanggung, jika dia berada dalam kesulitan? Dan jika orang yang memberi hutang itu berkenan untuk membebaskan pembayaran sisa hutang tersebut, apakah orang yang berhutang dalam keadaan seperti ini akan lepas dari pertanyaan mengenai hutang tersebut pada hari Kiamat kelak? Lalu apa kata-kata yang tepat untuk dikatakan oleh orang yang memberi hutang kepada orang yang berhutang agar orang yang berhutang itu lepas dari hutangnya?

Jawaban
Jika orang yang berhutang itu kaya dan mampu untuk membayar hutangnya, maka dia harus segera melunasi hutangnya jika sudah jatuh tempo. Dan diharamkan baginya untuk menunda-nunda pelunasan hutangnya. Dan tidak diperbolehkan dalam keadaan seperti itu, orang yang berhutang meminta agar hutangnya dibebaskan darinya. Sebab, hal itu termasujk dalam permintaan diluar kebutuhan. Tetapi jika orang yang behutang itu dalam keadaan kesulitan dan dia tidak memiliki harta yang dapat dipergunakan untuk melunasi hutangnya atau membayar sebagiannya, maka dia boleh meminta kepada orang yang memberi hutang untuk membebaskan pembayaran hutang yang dia tidak mampu melunasinya, atau ditangguhkan waktu pembayarannya sehingga dia mampu melunasinya. Dan jika orang yang memberi hutang itu membebaskan dirinya dari pelunasan hutangnya, maka dia telah terlepas dari kewajiban membayar hutang tersebut.

Apapun ungkapan yang memberi pengertian gugurnya hutang dari orang yang berhutang, seperti ungkapanmu, “Aku bebaskan dirimu dari hutangmu atau hutang yang masih tersisa padamu”. Atau “Kamu bebas dari hutangmu”. Atau “Aku anggap tidak ada hutangmu padaku. “Atau “Aku anggap lunas hutangmu”. Atau “Uangku yang ada padamu sekarang menjadi milikmu”. Dan ungkapan-ungkapan semisal lainnya yang dipahami sebagai pembebasan hutang. Semua ungkapan tersebut cukup untuk membebaskan orang yang berhutang dari hutangnya.

Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
[Pertanyaan ke-4 dari Fatwa Nomor 19886]

[Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2093-utang-piutang.html